Situs Bersejarah di Desa Pantai Ulin, Kecamatan Simpur, Kab. Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan
SITUS BERSEJARAH DI DESA PANTAI ULIN
KECAMATAN SIMPUR KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(Oleh: Muhammad Fitri)
Jum’at 10 Mei 2019, kami dari mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
FKIP ULM angkatan 2017 dan 2018 melaksanakan kegiatan lapangan selama 3 hari
yaitu, dari tanggal 10-12 Mei 2019 ke
daerah Desa Pantai Ulin, Kecamatan Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Provinsi Kalimantan Selatan. kami berangkat dari Kampus ULM Banjarmasin pada
hari Jum’at sekitar pukul 14:30 Wita dan tiba di lokasi tujuan sekitar pukul
19:40 Wita, kami beristirahat dan tidur di rumah masyarakat setempat, ada 3
buah rumah yang kami gunakan dan ada juga yang menggunakan tenda. Selama 3 hari
tersebut, kami melakukan kegiatan lapangan di 3 tempat yang bersejarah yaitu,
Mesjid Lama Kamal Balai Emas, Batu Beranak dan Balai Emas.
Untuk itu saya akan mengulas
sedikit mengenai pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan ketika mengunjungi ke 3
tempat tersebut. Sebelum menuju ke 3 tempat tersebut, sebelumnya kami mampir
terlebih dahulu ke salah satu rumah yang merupakan tempat tinggal dari salah
satu tokoh masyarakat. Beliau adalah tokoh senior pewaris ritual tahunan bamula
bahuma di Balai Amas.

Gambar 1 (Ketika wawancara di rumah tokoh masyarakat)
Sumber : dok.pribadi.
Disini kami melakukan kegiatan wawancara dan mendengar cerita dari
beliau mengenai Balai Amas. Beliau mengatakan bahwa “dulunya ada sebuah pohon
ulin yang sangat besar dan tinngi di desa ini”[1].
Setelah itu barulah kami menuju ke 3 tempat bersejarah tersebut.
A. Mesjid
Lama Kamal Balai Amas
Di Desa Pantai Ulin, Kecamatan Simpur,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan gerdapat sebuah
Mesjid yang diduga dulunya merupakan sebuah Balai. Menurut sejarahnya dulu di
sini ada tumbuh sebuah pohon ulin yang sangat besar dan di puncaknya bersarang
seekor burung yang besar dan sering meresahkan masyarakat setempat. Akhirnya
dengan musyawarah, masyarakat bersepakat untuk menebang pohon ulin tersebut
agar burung yang besar tersebut tidak lagi meresahkan masyarakat. Ketika ingin
melakukan penebangan pohon tersebut, ternyata tidak ada satupun orang yang
berhasil menebang pohon tersebut meski dengan menggunakan berbagai alat
pemotong, bahkan menurut cerita masyarakat setempat menggoresnya batangnya pun
tidak ada yang berhasil.
Akhirnya ada salah satu tetua dari masyarakat
setempat yang dikenal dengan Datu Ulin mencoba untuk menebang pohon tersebut
dengan sebilah pisau, dikoreklah akar pohon tersebut dengan cara perlahan-lahan,
dan pada akhirnya tidak disangkat-sangka pohon tadi dapat ditebang hanya dengan
sebilah pisau kecil dan robohlah pohon ulin raksasa tersebut bersama-sama
dengan burung besar yang bersarang diatasnya. Menurut salah satu cerita dari
teman saya yaitu Muhammad Iqbal yang kebetulan berasal dari daerah tersebut dan
keluarganya ada yang merupakan sesepuh atau tetua di kampung tersebut mengatakan
bahwa “saking tinggi dan besarnya pohon ulin tersebut robohnya ampai ke daerah
Marabahan, Kabupaten Barito Kuala yang berjarak cukup jauh dari tumbuhnya pohon
ulin tersebut.
Hal ini juga ada keterkaitanya dengan penamaan Marabahan yang artinya tempat
rabah (tumbang) pohon tersebut.”[2]
Cerita Iqbal.
Setelah beberapa waktu kemudian dan dirasa
sudah cukup aman, dibangunlah sebuah Balai di bekas tumbuh pohon ulin raksasa
tersebut. Di balai inilah sejak dulu sering dilaksanakannya kegiatan selamatan atau
ritual adat oleh masyarakat setempat sebagai tanda awal menanam padi. Setelah
sekian lama akhirnya balai tersebut diganti namanya menjadi sebuah Mesjid Lama
Kamal Balai Amas, setiap tiang di tempat ini diberi kain kuning sebagai tanda
bahwa tiang tersebut merupakan tiang yang berkeramat, dan ada kayu atau akar
ulin dan batu yang diberikan kelambu kuning.

Gambar 2 (Mesjid Lama Kamal Balai Emas sekarang, dan di
perkirakan dulunya merupakan sebuah Balai)
Sumber : dok.pribadi.
Selain itu dari beberapa buah tiang yang ada
di Mesjid Lama Kamal Balai Emas ini, konon katanya ada sebuah tiang yang
merupakan salah satu bagian (Ranting) dari pohon ulin raksasa tersebut. Tiang
itupun juga di bungkus dengan kain kuning.

Gambar 3 (sebuah Kayu atau Akar Pohon Ulin dan tumpukan
batu yang diberi kelambu kuning di Mesjid Lama Kamal Balai Emas)
Sumber :
dok.pribadi.
B. Balai
Amas Atau Museum Gaib
Ketika mendengar hal yang gaib selalu saja
membuat sebagian orang merinding dan penasaran, begitu juga saya ketika
mendengar salah satu tempat di Simpur ini yaitu Balai Emas atau Museum Gaib,
yang menurut cerita dari masyarakat setempat merupakan Museum Gaib yang
menyimpan banyak emas, oleh karena itu namanya diberi nama Balai Emas. Menurut
salah satu masyarakat setempat menceritakan bahwa “Ditempat inilah sekarang ini
setiap tahunya sekitar bulan Oktober dilaksanakan kegiatan Selamatan Atau
Ritual adat sebagai tanda awal menanam padi.’[3]
Ukuran balai ini kalau dilihat dengan mata telanjang diperkirakan berukuran
kurang lebih 2x2 meter dan tinggi sekitar 3 meter saja, namun ada masyarakat
yang menyebutkan kalau museum yang gaibnya jauh lebih besar dari pada yang
dilihat dengan mata telanjang biasa.

Gambar 4 (Balai Emas yang diperkirakan juga merupakan
tempat dari Museum gaib yang menyimpan emas)
Sumber :
dok.pribadi.
Di Balai Emas ini terlihat juga dibungkus
dengan kain kuning di beberapa bagianya contohnya seperti di tiangnya, di
tengah-tengah balai terdapat sebuah tempat untuk meletakan makanan atau bisa
juga disebut sebagai sebuah altar yang berukuran kecil dan diatasnya juga
terdapat tempat untuk peletakan makanan. Menurut masyarakat setempat
menceritakan bahwa “Biasanya untuk makanan yang diletakan di Balai Emas
tersebut setelah di lakukan kegiatan selamatan atau ritual adat, makanannya
boleh dimakan kembali oleh masyarakat setempat.”[4]
Pada saat berada di tempat ini (Balai Amas)
untuk auranya memang agak berbeda, terasa lebih sejuk dan adem ketimbang ketika
kita berada bukan di tempat ini. Banyak masyarakat yang percaya bahwa ketika
kita ingin berkunjung ke tempat ini, hati kita niatnya haruslah bersih,
maksudnya niat kunjungan kita bukan niat yang jahat tapi niat yang baik-baik
saja.

Gambar 5 (Tempat meletakan makanan atau altar yang
terdapat di Balai Emas)
Sumber :
dok.pribadi.
C. Batu
Baranak
Kisah batu beranak menurut masyarakat
setempat merupakan kisah yang benar-benar nyata adanya, dan dipercaya memiliki
kesaktian, yaitu Batu Beranak. Menurut cerita Muhammad Iqbal ia mengatakan
bahwa “Batu beranak ini tersebut awalnya merupakan sebuah batu yang terdapat di
Mesjid Lama Kamal Balai Emas, kemudian ada orang yang mengangkatnya dan
diletakkanya di sebelah sebuah Mushola di Desa Pantai Ulin ini.“ [5]
Tempat Batu Beranak ini dulunya tidak apa-apa dan biasa saja, namun secara
tiba-tiba lama-kelamaan batu tersebut seperti tumbuh berkembang, semakin lama
semakin membesar dan kemudian seperti melahirkan karena kemudian terdapat banyak
batu disekelilingnya, oleh masyarakat setempat kemudian diberi nama Batu
Beranak.

Gambar 6 (Tempat yang merupakan lokasi dari Batu Beranak)
Sumber :
dok.pribadi.
Menurut cerita karena ingin membuktikan
kebenaranya, ada seseorang yang iseng-iseng untuk mengukur batu tersebut,
setiap hari Jum’at batu yang sama diukur dan menurut keterangan beberapa saksi
batu yang di ukur tersebut memang semakin hari semakin bertambah ukurannya.
Selain itu menurut cerita masyarakat setempat dulu ada yang pernah membawa
pulang batu tersebut ke rumah, ternyata beberapa hari kemudian batunya hilang
dan ketika di periksa batu tersebut kembali ke tempat semula atau asalnya.

Gambar 7 (Tempat yang merupakan lokasi dari Batu Beranak)
Sumber :
dok.pribadi.
D. Kebudayaan
Pengertian Kebudayaan
secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila,
hukum adat serta setiap kecakapan, dan kebiasaan. Bisa juga diartikan sebagai
segala hal yang kompleks, yang di dalamnya berisikan kesenian, kepercayaan,
pengetahuan, hukum, moral, adat istiadat serta keahlian ataupun ciri khas
lainnya yang diperoleh individu sebagai anggota dalam suatu masyarakat. Sedangkan menurut Koenjaraningrat, kebudayaan adalah
keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan
belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.[6]
Dari kegiatan lapangan
selama 3 hari saya dapat menarik sebuah kesimpulan mengenai kebudayaan
masyarakat Desa Pantai Ulin. Dimana dalam masyarakat Desa Pantai Ulin memiliki
sebuah kebudayaan pelaksanaan selamatan atau ritual adat yang dilaksanakan di
Balai Emas atau Museum Gaib. Kegiatan ini sendiri dilaksanakan dalam setiap
tahun, untuk bulan pelaksanaanya biasanya dilaksanakan pada bulan Oktober dan
pada tahun 2019 ini juga akan dilaksanakan pada bulan Oktober, kegiatan ini
dilakukan sebagai tanda awal menanam padi.

Gambar 8 (Tempat meletakan makanan yang ada di Balai Amas
)
Sumber :
dok.pribadi.
Balai Emas sendiri
merupakan sebuah bangunan yang terbuat dari kayu ulin dengan ukuran sekitar 2x2
dan tinggi sekitar 3 meter. Ditengah-tengah balai dibagian atas dan di bawah
terdapat tempat atau semacam Altar untuk meletakan makanan yang dibawa oleh
masyarakat. Setelah dilaksanakan rangkaian kegiatan selamatan atau ritual adat
ini, makanan-makanan yang diletakan oleh masyarakat tadi boleh di ambil kembali
dan boleh di makan.
E. Pendidikan
Pengertian Pendidikan
secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran untuk peserta didik agar secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Sedangkan menurut Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa
pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.[7]
Berbicara mengenai pendidikan tentunya tidak
lepas dari yang namanya sekolah, di Desa Pantai Ulin ini sendiri sebenarnya
terdapat beberapa sekolah. Namun kali ini saya hanya membahas mengenai beberapa
sekolah yang ada di Desa Pantai Ulin yaitu SD Negeri Balai Amas, SD Negeri
Pantai Ulin, dan ada sekolah TKA/TPA yang berada dekat dengan lokasi Balai Amas
atau Museum Gaib.
Untuk SD Negeri Balai Amas dan SD Negeri
Pantai Ulin dari yang saya lihat sudah cukup bagus dan terawat. Namun untuk
TKA/TPA yang ada di dekat lokasi Balai Amas, menurut pandangan saya cukup
memprihatinkan, karena banyak dinding yang sudah berlobang, banyak gentengnya
yang sudah berlobang (Fasilitas). Tentunya hal ini sangat memperihatinkan
karena TKA/TPA adalah salah satu sekolah yang juga menunjang dalam hal
pendidikan, terutama pendidikan agama.
Tentunya hal ini juga harus menjadi perhatian
bersama, harus ada urgensi antara pemerintah dan masyarakat setempat untuk
bersama-sama memperbaiki kerusakan yang ada di TKA/TPA tersebut. Karena kalau
fasilitas baik dan menunjang tentunya anak-anak yang belajar juga akan lebih
bersemangat dan lebih baik.

Gambar 9 (Salah satu kerusakan yang ada di TKA/TPA Balai
Amas yaitu dinding)
Sumber :
dok.pribadi.
F. Ilustrasi
Zaman Dahulu
ketiga lokasi yang saya jelaskan diatas yaitu
Mesjid Lama Kamal Balai Amas, Batu Beranak dan Balai Emas memiliki jarang yang
cukup berdekatan dan mudah dijangkau baik menggunakan sepeda motor maupun jalan
kaki. Ketika kita dari Batu Beranak ingin menuju ke Balai Emas dan Mesjid Lama,
kita akan melintasi sebuah pertigaan yang di sekelilingnya merupakan persawahan
yang cukup luas. Menurut cerita dari masyarakat sekitar dulunya lokasi
persawahan dan jalan ini adalah sebuah sungai yang cukup besar, karena menurut
salah satu masyarakat sekitar menceritakan bahwa “Dulu ada sebuah rumah banjar
yang pintu depanya menghadap ke arah Timur dan dapurnya menghadap ke arah
barat”.[8]
Menurut kebiasaan masyarakat zaman dahulu
bahwa ketika membangun sebuah rumah mereka selalu membangun dengan membelakangi
sungai, artinya apa rumah yang saya ilustrasikan tersebut dulunya di bangun
dengan membelakangi sungai yang besar. Selain itu di tempat ini pernah
ditemukan sebuah bangkai jukung atau perahu yang berumur cukup lama dan
diperkirakan karena di temukannya sebuah perahu secara tidak langsung dapat di
ilustrasikan bahwa di sini dulunya merupakan sebuah sungai yang cukup besar,
bahkan dikatakan sampai tembus ke Sungai Negara.

Gambar 10 (Tempat yang diperkirakan dulunya merupakan
sebuah sungai yang cukup besar)
Sumber : dok.pribadi
KESIMPULAN
Dari kegiatan lapangan yang saya lakukan
bersama teman-teman saya di 3 tempat tersebut, saya dapat menarik kesimpulan
bahwa cerita dari masyarakat yang mungkin secara logika kita pikirkan kurang
masuk akal seperti Batu Beranak, namun menurut cerita turun-temurun dan
sejarahnya memang nyatanya seperti itu dan memang ada lokasinya sampai sekarang
ini. Untuk itu sudah seharusnya kita terus menjaga, merawat dan melestarikan
peninggalan-peninggalan atau lokasi-lokasi yang memiliki nilai budaya dan sejarah
seperti 3 tempat tersebut. Selain itu untuk pendidikan semoga kedepannya akan
lebih maju lagi terutama mengenai fasilitas, guna menunjang kegiatan
pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0 ini.
[1]
Wawancara dengan salah satu tokoh senior masyarakat desa pantai ulin, tanggal
11 Mei 2019 di rumah beliau (desa pantai ulin).
[2]
Wawancara dengan Muhammad Iqbal yang merupakan salah satu teman saya yang asli
dari daerah simpur.
[3]
Wawancara dengan salah seorang masyarakat setempat yang juga merupakan alumni
dari pendidikan sejarah ULM, sabtu 11 Mei 2019
[4]
Wawancara, op.cit., sabtu 11 mei 2019.
[5]
Wawancara dengan Muhammad Iqbal yang merupakan salah satu teman saya yang asli
dari daerah simpur.
[6]
Koenjaraningrat, Pengertian Kebudayaan
[7] Ki
Hajar Dewantara, Pengertian Pendidikan
[8]
Wawancara dengan salah seorang masyarakat setempat yang juga merupakan alumni
dari pendidikan sejarah ULM, sabtu 11 Mei 2019
Comments
Post a Comment